Sempat ku mengira bahwa ini hanyalah lelucon disore hari
Entahlah,, saat itu aku sedang tertawa terbahak-bahak karena menonton Radio Galau FM lewat notebook kesayanganku
Saat itu, Senin 14 Februari 2013. Rasanya benar-benar seperti mimpi
Kabar tak menyenangkan itu datang dari sepupu tercinta
Terima kasih sayang, karena berita darimu aku dapat pergi menyusulnya lebih dahulu
Aku benar-benar berharap, saat dimana yang mengangkat telpon adalah dirimu. Dirimu yang sudah lebih dahulu menemuiMu ya Rab
Namun, bukanlah engkau yang menjawab. Itu benar-benar membuatku terus berharap, bahwa semua ini hanyalah mimpi belaka.
Rasanya mimpi itu belum selesai, mimpi yang tidak dapat membuatku bangun dipagi hari.
Berharap setelah menemuimu, aku melihat canda tawa, lalu kamu akan berkata "Hallo, ini cuma candaan saja." lalu tertawa menertawakan keadaanku yang kacau.
Kurang lebih tiga setengah jam melewati perjalanan tanpa tanah yang kering, kurasa air mata sudah berhenti saat bertemu denganmu dalam kamar yang sunyi senyap.
Putih, namun masih ada sisa cahaya. Belum sempat aku melihatmu, namun aku begitu ketakutan. Benar, ternyata aku masih pengecut saat itu. Aku tidak dapat mengumpulkan energi setelah melihat kain kafan yang benar-benar menutupi dirimu.
Aku masih tersedu sedan, air mata yang telah kering, basah lagi. Bagaikan hujan yang masih turun deras di daerah itu. Lalu kukumpulkan lagi untuk benar-benar bertatapan denganmu.
Innalillahi, itu benar-benar dirimu. Aku telah meyakinkan diri bahwa itu bukan dirimu. Itu hanya orang yang mirip denganmu. Namun otakku masih saja waras. Benar itu kamu, wahai pamanku. Orang yang kami kasihi, orang yang paling kami sayangi. Dan sampai saat nanti akan terus kami ingat.
Wahai paman, meskipun engkau telah tiada. Bukan berarti aku akan melupakan semuanya.
Aku akan terus mengingatmu.
Orang yang aku panggil Iyang
Orang yang telah mengajariku mengendarai sepeda motor
Orang yang memberikanku pandangan-pandangan hidup
Dan orang yang selalu mencintai keluarga lebih dari apapun
Terima kasih, terima kasih atas semua yang telah engkau berikan kepada kami
Terutama atas apa yang telah kamu berikan untukku, untuk keluargaku, dan untuk semua yang telah tergores dalam hati ini
Sungguh, jika kamu tak sempat menorehkan kata-kata itu, aku tak akan berfikir bagaimana caranya menjalani hidup diluar lingkungan keluarga seperti ini
Mimpi-mimpi yang dahulu kita susun bersama adik-adik juga sanak saudara yang lain, mudah-mudahan bisa kami wujudkan, untukmu wahai paman. Orang yang senantiasa akan selalu kami kasihi.
Ada beberapa kata yang aku kutip entah dari siapa
"Engkau pergi begitu saja, lalu terbang ke langit biru"
Disini akan kutambahkan untukmu,
"Berbahagialah, karena saat kepergianmu, langit dan bumi menyertaimu, hujan barokahpun Allah beikan untuk manusia yang shaleh seperti dirimu." Sungguh kami akan iri dan turut berbahagia, bahwa Allah memberikan dirimu hujan barokah yang benar-benar besar. Karena segala yang engkau berikan, segala yang engkau dedikasikan untuk kami, Allah S.W.T melihatnya, dan memberikanmu begitu banyak orang-orang yang menyayangimu. Maka, aku berkata Alhamdulillah, atas hujan barokah itu.
Semoga Amal ibadahmu diterima Allah S.W.T. wahai Rizal Mutaqin, anak dari kakek kami, juga adik dari ibu kami.
Amin,,,amin ya Rab.
Entahlah,, saat itu aku sedang tertawa terbahak-bahak karena menonton Radio Galau FM lewat notebook kesayanganku
Saat itu, Senin 14 Februari 2013. Rasanya benar-benar seperti mimpi
Kabar tak menyenangkan itu datang dari sepupu tercinta
Terima kasih sayang, karena berita darimu aku dapat pergi menyusulnya lebih dahulu
Aku benar-benar berharap, saat dimana yang mengangkat telpon adalah dirimu. Dirimu yang sudah lebih dahulu menemuiMu ya Rab
Namun, bukanlah engkau yang menjawab. Itu benar-benar membuatku terus berharap, bahwa semua ini hanyalah mimpi belaka.
Rasanya mimpi itu belum selesai, mimpi yang tidak dapat membuatku bangun dipagi hari.
Berharap setelah menemuimu, aku melihat canda tawa, lalu kamu akan berkata "Hallo, ini cuma candaan saja." lalu tertawa menertawakan keadaanku yang kacau.
Kurang lebih tiga setengah jam melewati perjalanan tanpa tanah yang kering, kurasa air mata sudah berhenti saat bertemu denganmu dalam kamar yang sunyi senyap.
Putih, namun masih ada sisa cahaya. Belum sempat aku melihatmu, namun aku begitu ketakutan. Benar, ternyata aku masih pengecut saat itu. Aku tidak dapat mengumpulkan energi setelah melihat kain kafan yang benar-benar menutupi dirimu.
Aku masih tersedu sedan, air mata yang telah kering, basah lagi. Bagaikan hujan yang masih turun deras di daerah itu. Lalu kukumpulkan lagi untuk benar-benar bertatapan denganmu.
Innalillahi, itu benar-benar dirimu. Aku telah meyakinkan diri bahwa itu bukan dirimu. Itu hanya orang yang mirip denganmu. Namun otakku masih saja waras. Benar itu kamu, wahai pamanku. Orang yang kami kasihi, orang yang paling kami sayangi. Dan sampai saat nanti akan terus kami ingat.
Wahai paman, meskipun engkau telah tiada. Bukan berarti aku akan melupakan semuanya.
Aku akan terus mengingatmu.
Orang yang aku panggil Iyang
Orang yang telah mengajariku mengendarai sepeda motor
Orang yang memberikanku pandangan-pandangan hidup
Dan orang yang selalu mencintai keluarga lebih dari apapun
Terima kasih, terima kasih atas semua yang telah engkau berikan kepada kami
Terutama atas apa yang telah kamu berikan untukku, untuk keluargaku, dan untuk semua yang telah tergores dalam hati ini
Sungguh, jika kamu tak sempat menorehkan kata-kata itu, aku tak akan berfikir bagaimana caranya menjalani hidup diluar lingkungan keluarga seperti ini
Mimpi-mimpi yang dahulu kita susun bersama adik-adik juga sanak saudara yang lain, mudah-mudahan bisa kami wujudkan, untukmu wahai paman. Orang yang senantiasa akan selalu kami kasihi.
Ada beberapa kata yang aku kutip entah dari siapa
"Engkau pergi begitu saja, lalu terbang ke langit biru"
Disini akan kutambahkan untukmu,
"Berbahagialah, karena saat kepergianmu, langit dan bumi menyertaimu, hujan barokahpun Allah beikan untuk manusia yang shaleh seperti dirimu." Sungguh kami akan iri dan turut berbahagia, bahwa Allah memberikan dirimu hujan barokah yang benar-benar besar. Karena segala yang engkau berikan, segala yang engkau dedikasikan untuk kami, Allah S.W.T melihatnya, dan memberikanmu begitu banyak orang-orang yang menyayangimu. Maka, aku berkata Alhamdulillah, atas hujan barokah itu.
Semoga Amal ibadahmu diterima Allah S.W.T. wahai Rizal Mutaqin, anak dari kakek kami, juga adik dari ibu kami.
Amin,,,amin ya Rab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
comment duunngg!!!!