Semakin malam, aku
semakin tidak bisa untuk pejamkan mata ini. Apa karena kopi yang kuminum pagi
tadi? Tidak mungkin, efek kafein tidak akan selama itu, mengingat kopi yang ku
minum berkafein rendah. Hah,, sepertinya efek kabar Brilliantlah yang membuatku
seperti ini. Berkali-kali aku mengubah posisi tidurku yang sebenarnya kasur
yang kupakai untuk tidur ini begitu nyaman. Namun tak dapat pula kutemukan
posisi yang enak untuk tidur. Mulai menghadap ke kiri, ke kanan, ke kiri lagi,
ke kanan lagi. Setelah itu kaki di bantal dan kututupkan kepala dalam selimut,
masih saja aku tidak dapat tertidur. Oh tuhan, mengapa efek mencintai ini
begitu sulit untukku. Sepertinya aku menyesal telah merasakan cinta yang sangat
luar biasa seperti ini. Bahkan separuh hidupku sepertinya menjadi zombie karena
hal ini. Kalau saja Mr. RC ketua dewan SOS mengetahui ini, mungkin saja dia
akan tertawa-tawa kepadaku.
Dan matahari
pagi pun telah menyapa kamarku yang penuh dengan jendela kaca. Aku dapat
langsung merasakannya meskipun ini masih pukul 5 pagi. Aku tidak tertidur. Pikiranku
melompat-lompat kesana-kemari. Mulai dari memori satu ke memori yang lain. Tuhan,
apa yang harus kuperbuat.
Akupun segera
pergi ke kamar mandi, mencoba melupakan kejadian kemarin di kampus SOS. Tanpa sarapan
pagi, aku langsung pergi ke rumah sakit dimana tempatku bekerja. Mulai hari
ini, aku akan mencoba untuk melupakannya. Setidaknya sampai nanti sore, karena
aku akan mencoba melacaknya kembali.
“Sepertinya
Anda tidak tidur dengan nyenyak dok.” Kata dr. Stef. “Ada apa gerangan?” tanya
dia saat berpapasan di pintu lift.
“Ah, tidak
apa-apa dok. Saya hanya kurang enak badan.” Jawabku seperlunya.
“Apa saya dapat
memeriksa anda? Siapa tahu anda sedang sakit.” Katanya lagi dengan penuh
perhatian. Aku lupa, semua dokter kan perhatian.
“Hm,,,tidak
apa-apa.” Kataku sambil menggelengkan kepala.”Saya dapat memeriksa sendiri. Terima
kasih atas perhatian anda pa.” Pintu liftpun akhirnya terbuka, dan kami masuk
bersamaan menuju lantai 3.
Dengan susah
payah, aku membuka pintu ruanganku. Karena tidak tidur dan sarapan pagi
mengakibatkan energiku semakin tipis. Akupun mengambil air minum yang telah
disediakan di meja kerjaku. Tak lama kemudian dr. Stef datang ke ruanganku dan
memberikan beberapa potong sandwich miliknya. “Makanlah dulu.” Katanya. Dan aku
hanya memandang kepadanya dengan penuh heran. Kemudian dia berkata “Kau tahu,
dokter tidak dapat dibohongi meskipun ada yang berbohong tidak sakit kepadanya.”
Kemudian dia memberikan sandwichnya ke tanganku untuk ku makan, dan dia
tersenyum lalu pergi kembali ke dalam ruangannya.
“Dok.” Kataku saat
dia membuka pintu. “Terima kasih.” Kataku lagi saat dia telah menoleh kepadaku.
“Jangan
sungkan.” Katanya, sambil tersenyum. Hal ini mengingatkanku akan sesuatu
kembali. Aku tak dapat memakan sandwich ini. Sikapnya mengingatkanku pada
Brilliant. Dia pernah melakukan hal yang sama. Sandwich yang mirip. Sikap yang
mirip. Aaarrghh,,,,pikiranku dipenuhi dengan Brilliant.
***
Satu minggu
telah kulewati, akhirnya aku mengambil cuti panjang. Setelah hari dimana aku
tidak tidur, aku melacak pemilik email yang berinisial AL. Mungkinkah itu
Brilliant? Aku harus segera bertemu dengannya.
Pagi itu aku
membereskan baju-baju dan semua peralatan yang kubutuhkan selama di perjalanan.
Dan kini aku berada di bandara untuk pergi ke Singapura. Entah kenapa aku ingin
mencari orang ini.
Beberapa jam
telah berlalu, aku berada di kota yang kecil namun sudah modern. Aku segera
pergi ke apartemen milik Tery. Dia sudah tinggal 1 tahun belakangan ini karena
pekerjaannya sebagai presenter. Untung sekali kali ini aku bisa bersama-sama
lagi dengannya.
“Bagaimana
kabarmu? Sepertinya kau kurusan Ar.” Kata Tery saat pertama kali melihatku lagi
di bandara.
“Kabarku baik
dan buruk Ter. Baiknya aku seperti menemukan celah-celah yang hilang tentang
Brilliant. Buruknya aku kesulitan menemukannya.” Kataku sambil melihat-lihat
suasana disekitar.
Setelah berada
dalam ruangan yang nyaman, tentu saja dengan aksen serba hijau dan biru. Ruangan
ini tampak begitu sejuk dan nyaman. Aku rebahan di depan televisi yang memutar
film-film yang tidak pernah kutonton selama ini. Sepertinya aku kehilangan
beberapa dekade dalam hidupku.
“Kalau kau
memerlukan sesuatu, katakanlah pada asistenku jika aku tidak ada Ar.” Kata Tery
sambil membuatkan minuman dingin kesukaanku, jus melon.
“Iya, terima
kasih Ter. Kau memang sangat pengertian. Aku beruntung menemukan sahabat
sepertimu.” Kataku sambil memandangnya dan membuka ikat rambut yang kupakai
karena aku sedikit sakit kepala karena perjalanan.
“Seharusnya aku
yang berterima kasih. Jika bukan karena kau, aku tidak akan mempunyai teman
sebaik kamu. Kau juga tau sendiri kan, dari SMA aku tidak mempunyai teman. Aku tidak
menyukai keramaian. Dan semua teman wanita menjauhiku, sedangkan pria
menjauhiku juga karena takut aku ajak berkelahi. Hahaha.” Katanya sambil
tertawa.
“Tapi setelah
itu, kamu kan jadi tenar seperti ini. Mudah bergaul dengan yang lain. Benar kan?”
kataku sambil tertawa.
“Itu juga
karena kamu Ar, kamulah yang selalu menyemangatiku.” Katanya sambil memberikan
jus melon itu untuk ku minum.
“Aah,,,terima
kasih Ter. Minuman ini sungguh enak. Tiada duanya.” Kemudian kami tertawa
bersama karena mengulang momen yang telah berlalu. Sungguh indahnya, mungkin
lebih indah jika ada dia bersama kami. Dan tentunya untuk menemuiku. Oops!!
***
Seminggu, dua
minggu, tiga minggu. Dan akhirnya ini sudah sebulan berlalu setelah keberadaan
aku di Singapura. Aku mencarinya kemana-mana. Berharap bertemu dengan
Brilliant, namun ternyata alamat yang kudapat adalah sebuah gudang besar. Orang
ini sangat pintar. Siapakah dia?
“Apa kau benar
mau pulang lagi ke Indonesia?” tanya Tery dengan wajah yang sedikit suram.
“Tentu saja aku
harus pulang. Pasienku sudah lama menunggu. Untung saja tidak ada yang memiliki
penyakit parah. Jadi masih ada dokter lain yang mau menggantikanku.” Kataku sambil
tersenyum, kemudian mengangguk. “Mengapa aku begitu bodor yah Ter? Berbagai kasus
telah aku pecahkan, dan kasus terakhir kemarin pun kita telah sama-sama
memecahkannya. Tapi mengapa aku tidak dapat memecahkan kasus yang ada dalam
diriku? Aku benar-benar bodoh Ter.” Kataku sambil termenung dengan segala
kegundahan yang telah kusimpan beberapaa tahun terakhir.
Tery pun
memelukku karena merasa iba. “Kenapa dia pergi menghilang tanpa sempat aku
katakan bahwa aku menyukainya Ter?” kataku sambil menahan tangis.
“Menangisah Ar,
karena hal itu akan membuatmu sedikit lega.” Katanya masih memelukku.
Aku tak dapat
mengeluarkan air mata saat itu. Aku berpikir, aku masih dapat menahannya sampai
suatu hari aku bertemu dengannya dan segalanya akan tumpah ruah di hadapannya.
Ternyata aku
mencintainya melebihi cintaku pada pekerjaanku.
Keesokan
harinya, aku sudah berada di rumah sakit tempat dimana pekerjaan sampinganku
ini memberikan sedikit jiwa pada diriku. Setidaknya aku menamakannya seperti
itu, daripada mengatakan aku seperti zombie.
“Anda pergi
kemana saja dok?” tanya dr. Stef pagi itu sambil menyapaku dalam lift. Sepertinya
aku selalu bertemu dengan nya di lift.
“Saya hanya
bertemu dengan rekan saya di luar negeri.” Kataku singkat kemudian memandang
lurus ke depan.
“Lalu mana
oleh-oleh untukku?” tanya dia sambil tersenyum. Aku memandangnya sebentar,
kemudian dia tertawa renyah sekali.”Saya hanya bercana, anda ternyata
menganggap bahwa aku benar-benar minta cinderamata.” Katanya lagi sambil
tersenyum dan memandangku. “Apa ada yang pernah mengatakan bahwa mata anda
sangat indah?” tanya dia tak mengalihkan pandangan. Dan aku hanya diam masih
memandang dan heran terhadap kata-katanya. “Mata anda sungguh indah dok.” Katanya,
kemudian pintu lift terbuka dan aku segera pergi menuju ruanganku.
“Dia mengatakan
hal yang sama seperti Brilliant.” Ucapku dalam hati. Sungguh, pandangannya,
ucapannya, kemudian tingkah lakunya. Sepertinya benar-benar Brilliant. Tapi bukan
dia. Dokter Stef bukanlah Brilliant. Mereka adalah orang yang berbeda.
***
Hari-hari yang
telah kulalui sepertinya sangat cepat. Tidak ada kasus yang berat yang harus
kutangani, maka beberapa pekan terakhir aku fokus bekerja sebagai dokter. Pagi ini
aku bertemu lagi dengan Stef. Sudah 2 minggu ini aku menghindarinya, karena
bayang-bayang Brilliant melekat di dalam otakku ketika aku bertemu dengannya. Bagaimana
tidak, tingkah lakunya benar-benar sama dengan Brilliant. Aku membenci hal ini,
karena aku benar-benar merindukannya dan ingin bertemu dengannya lagi.
“Tunggu dulu.” Kata
seserang di belakang saat aku hampir memasuki lift. Sejenak aku memandang
kebelakang, ternyata Stef. Kemudian pintu lift tertutup dan naik ke lantai
atas.
“Anda telah
membuang waktu saya untuk menunggu lift selanjutnya. Dan setelah ini saya harus
naik tangga karena jika menunggu lift ini terbuka kembali waktu saya telah
habis.” Kataku sinis kepadanya.
“Oooh,,,maafkan
saya dok. Saya benar-benar rindu kepada anda. Sudah 2 minggu sepertinya anda
menjauhi saya. Kenapa dengan anda?” dan aku hanya bisa diam sambil berjalan
menuju tangga untuk pergi ke ruangan saya secepat mungkin. Stef yang masih
berbicara, entahlah dia berbicara apa terus saja mengikuti kemana kakiku
melangkah.
“Saya tidak ada
apa-apa dok. Yang saya herankan dari anda, mengapa anda terus mengikuti saya?”
kataku sedikit emosi, baru kali ini aku begitu banyak berkata kepada orang. Aku
begitu muak, emosiku meledak-ledak tidak karuan karenanya. Karenanya aku semakin
ingat kepada Brilliant, dan aku merasa aku semakin rindu padanya.
“Aku, aku...”
“Stop!”
pintaku, kemudian aku melanjutkan perkataanku.”Jangan ikuti saya lagi. OK!”
pintaku lalu pergi dengan sangat cepat menuju ruanganku. Sepertinya aku keterlaluan
terhadap Stef, dia tidak salah apa-apa kan. Aku egois, aku tidak dapat
membedakan mana yang Brilliant dan mana yang Stef. Aku begitu tidak dapat
mengatur hatiku ini. Maafkan aku.
Senja rupanya
telah datang ketika aku meminum teh hangat di atap rumah sakit. Langit di hari
yang akan gelap ini adalah favoritku untuk sekarang. Aku begitu terpesona
dengan warna jingga yang menghiasi langit. Langit dimana semua harapanku
tinggal, dan menetap disana.
“Ar, apa aku
melakukan yang salah kepadamu?” tanya suara di belakang tubuhku. Aku tahu dia
adalah Stef. Bahkan suaranyapun sama, seperti Brilliant. Aroma tubuhnya pun
juga sama, aku harap kaulah Brilliant yang aku cari. Oh tidak tuhan, aku
terkena sindrom Brilliant yang sangat akut. “Ar,,,”katanya lagi sambil memegang
tanganku. “Dua kali kau telah mengabaikanku.” Katanya lagi. Dan ini membuatku
heran.
“Dua kali?”
tanyaku sambil memandang Stef lalu melepaskan tangannya.
“Ia, akhirnya
aku harus mengakui kesalahanku.” Katanya lagi sambil memandangku dengan penuh
arti.
“Apa artinya
ini?” tanyaku. “Kau sangat aneh Stef. Sama seperti dia.” Kataku.
“Maafkan aku
Ar.” Diapun membuka kaca mata dari yang menempel di ujung hidungnya yang begitu
mancung.
“Kau seperti...”
aku tersontak kaget, wajahnya kini mirip dengan ..
sperti biasa,,adaaaa aj yg ditulis . .
BalasHapushahaa
--YOFI AFRIYANDI--
hahaha,,,dasar,,,km update terus
BalasHapus