Jumat, 08 Juni 2012

S.O.S part 2


Semakin malam, aku semakin tidak bisa untuk pejamkan mata ini. Apa karena kopi yang kuminum pagi tadi? Tidak mungkin, efek kafein tidak akan selama itu, mengingat kopi yang ku minum berkafein rendah. Hah,, sepertinya efek kabar Brilliantlah yang membuatku seperti ini. Berkali-kali aku mengubah posisi tidurku yang sebenarnya kasur yang kupakai untuk tidur ini begitu nyaman. Namun tak dapat pula kutemukan posisi yang enak untuk tidur. Mulai menghadap ke kiri, ke kanan, ke kiri lagi, ke kanan lagi. Setelah itu kaki di bantal dan kututupkan kepala dalam selimut, masih saja aku tidak dapat tertidur. Oh tuhan, mengapa efek mencintai ini begitu sulit untukku. Sepertinya aku menyesal telah merasakan cinta yang sangat luar biasa seperti ini. Bahkan separuh hidupku sepertinya menjadi zombie karena hal ini. Kalau saja Mr. RC ketua dewan SOS mengetahui ini, mungkin saja dia akan tertawa-tawa kepadaku.
Dan matahari pagi pun telah menyapa kamarku yang penuh dengan jendela kaca. Aku dapat langsung merasakannya meskipun ini masih pukul 5 pagi. Aku tidak tertidur. Pikiranku melompat-lompat kesana-kemari. Mulai dari memori satu ke memori yang lain. Tuhan, apa yang harus kuperbuat.
Akupun segera pergi ke kamar mandi, mencoba melupakan kejadian kemarin di kampus SOS. Tanpa sarapan pagi, aku langsung pergi ke rumah sakit dimana tempatku bekerja. Mulai hari ini, aku akan mencoba untuk melupakannya. Setidaknya sampai nanti sore, karena aku akan mencoba melacaknya kembali.
“Sepertinya Anda tidak tidur dengan nyenyak dok.” Kata dr. Stef. “Ada apa gerangan?” tanya dia saat berpapasan di pintu lift.
“Ah, tidak apa-apa dok. Saya hanya kurang enak badan.” Jawabku seperlunya.
“Apa saya dapat memeriksa anda? Siapa tahu anda sedang sakit.” Katanya lagi dengan penuh perhatian. Aku lupa, semua dokter kan perhatian.
“Hm,,,tidak apa-apa.” Kataku sambil menggelengkan kepala.”Saya dapat memeriksa sendiri. Terima kasih atas perhatian anda pa.” Pintu liftpun akhirnya terbuka, dan kami masuk bersamaan menuju lantai 3.
Dengan susah payah, aku membuka pintu ruanganku. Karena tidak tidur dan sarapan pagi mengakibatkan energiku semakin tipis. Akupun mengambil air minum yang telah disediakan di meja kerjaku. Tak lama kemudian dr. Stef datang ke ruanganku dan memberikan beberapa potong sandwich miliknya. “Makanlah dulu.” Katanya. Dan aku hanya memandang kepadanya dengan penuh heran. Kemudian dia berkata “Kau tahu, dokter tidak dapat dibohongi meskipun ada yang berbohong tidak sakit kepadanya.” Kemudian dia memberikan sandwichnya ke tanganku untuk ku makan, dan dia tersenyum lalu pergi kembali ke dalam ruangannya.
“Dok.” Kataku saat dia membuka pintu. “Terima kasih.” Kataku lagi saat dia telah menoleh kepadaku.
“Jangan sungkan.” Katanya, sambil tersenyum. Hal ini mengingatkanku akan sesuatu kembali. Aku tak dapat memakan sandwich ini. Sikapnya mengingatkanku pada Brilliant. Dia pernah melakukan hal yang sama. Sandwich yang mirip. Sikap yang mirip. Aaarrghh,,,,pikiranku dipenuhi dengan Brilliant.
***
Satu minggu telah kulewati, akhirnya aku mengambil cuti panjang. Setelah hari dimana aku tidak tidur, aku melacak pemilik email yang berinisial AL. Mungkinkah itu Brilliant? Aku harus segera bertemu dengannya.
Pagi itu aku membereskan baju-baju dan semua peralatan yang kubutuhkan selama di perjalanan. Dan kini aku berada di bandara untuk pergi ke Singapura. Entah kenapa aku ingin mencari orang ini.
Beberapa jam telah berlalu, aku berada di kota yang kecil namun sudah modern. Aku segera pergi ke apartemen milik Tery. Dia sudah tinggal 1 tahun belakangan ini karena pekerjaannya sebagai presenter. Untung sekali kali ini aku bisa bersama-sama lagi dengannya.
“Bagaimana kabarmu? Sepertinya kau kurusan Ar.” Kata Tery saat pertama kali melihatku lagi di bandara.
“Kabarku baik dan buruk Ter. Baiknya aku seperti menemukan celah-celah yang hilang tentang Brilliant. Buruknya aku kesulitan menemukannya.” Kataku sambil melihat-lihat suasana disekitar.
Setelah berada dalam ruangan yang nyaman, tentu saja dengan aksen serba hijau dan biru. Ruangan ini tampak begitu sejuk dan nyaman. Aku rebahan di depan televisi yang memutar film-film yang tidak pernah kutonton selama ini. Sepertinya aku kehilangan beberapa dekade dalam hidupku.
“Kalau kau memerlukan sesuatu, katakanlah pada asistenku jika aku tidak ada Ar.” Kata Tery sambil membuatkan minuman dingin kesukaanku, jus melon.
“Iya, terima kasih Ter. Kau memang sangat pengertian. Aku beruntung menemukan sahabat sepertimu.” Kataku sambil memandangnya dan membuka ikat rambut yang kupakai karena aku sedikit sakit kepala karena perjalanan.
“Seharusnya aku yang berterima kasih. Jika bukan karena kau, aku tidak akan mempunyai teman sebaik kamu. Kau juga tau sendiri kan, dari SMA aku tidak mempunyai teman. Aku tidak menyukai keramaian. Dan semua teman wanita menjauhiku, sedangkan pria menjauhiku juga karena takut aku ajak berkelahi. Hahaha.” Katanya sambil tertawa.
“Tapi setelah itu, kamu kan jadi tenar seperti ini. Mudah bergaul dengan yang lain. Benar kan?” kataku sambil tertawa.
“Itu juga karena kamu Ar, kamulah yang selalu menyemangatiku.” Katanya sambil memberikan jus melon itu untuk ku minum.
“Aah,,,terima kasih Ter. Minuman ini sungguh enak. Tiada duanya.” Kemudian kami tertawa bersama karena mengulang momen yang telah berlalu. Sungguh indahnya, mungkin lebih indah jika ada dia bersama kami. Dan tentunya untuk menemuiku. Oops!!
***
Seminggu, dua minggu, tiga minggu. Dan akhirnya ini sudah sebulan berlalu setelah keberadaan aku di Singapura. Aku mencarinya kemana-mana. Berharap bertemu dengan Brilliant, namun ternyata alamat yang kudapat adalah sebuah gudang besar. Orang ini sangat pintar. Siapakah dia?
“Apa kau benar mau pulang lagi ke Indonesia?” tanya Tery dengan wajah yang sedikit suram.
“Tentu saja aku harus pulang. Pasienku sudah lama menunggu. Untung saja tidak ada yang memiliki penyakit parah. Jadi masih ada dokter lain yang mau menggantikanku.” Kataku sambil tersenyum, kemudian mengangguk. “Mengapa aku begitu bodor yah Ter? Berbagai kasus telah aku pecahkan, dan kasus terakhir kemarin pun kita telah sama-sama memecahkannya. Tapi mengapa aku tidak dapat memecahkan kasus yang ada dalam diriku? Aku benar-benar bodoh Ter.” Kataku sambil termenung dengan segala kegundahan yang telah kusimpan beberapaa tahun terakhir.
Tery pun memelukku karena merasa iba. “Kenapa dia pergi menghilang tanpa sempat aku katakan bahwa aku menyukainya Ter?” kataku sambil menahan tangis.
“Menangisah Ar, karena hal itu akan membuatmu sedikit lega.” Katanya masih memelukku.
Aku tak dapat mengeluarkan air mata saat itu. Aku berpikir, aku masih dapat menahannya sampai suatu hari aku bertemu dengannya dan segalanya akan tumpah ruah di hadapannya.
Ternyata aku mencintainya melebihi cintaku pada pekerjaanku.
Keesokan harinya, aku sudah berada di rumah sakit tempat dimana pekerjaan sampinganku ini memberikan sedikit jiwa pada diriku. Setidaknya aku menamakannya seperti itu, daripada mengatakan aku seperti zombie.
“Anda pergi kemana saja dok?” tanya dr. Stef pagi itu sambil menyapaku dalam lift. Sepertinya aku selalu bertemu dengan nya di lift.
“Saya hanya bertemu dengan rekan saya di luar negeri.” Kataku singkat kemudian memandang lurus ke depan.
“Lalu mana oleh-oleh untukku?” tanya dia sambil tersenyum. Aku memandangnya sebentar, kemudian dia tertawa renyah sekali.”Saya hanya bercana, anda ternyata menganggap bahwa aku benar-benar minta cinderamata.” Katanya lagi sambil tersenyum dan memandangku. “Apa ada yang pernah mengatakan bahwa mata anda sangat indah?” tanya dia tak mengalihkan pandangan. Dan aku hanya diam masih memandang dan heran terhadap kata-katanya. “Mata anda sungguh indah dok.” Katanya, kemudian pintu lift terbuka dan aku segera pergi menuju ruanganku.
“Dia mengatakan hal yang sama seperti Brilliant.” Ucapku dalam hati. Sungguh, pandangannya, ucapannya, kemudian tingkah lakunya. Sepertinya benar-benar Brilliant. Tapi bukan dia. Dokter Stef bukanlah Brilliant. Mereka adalah orang yang berbeda.
***
Hari-hari yang telah kulalui sepertinya sangat cepat. Tidak ada kasus yang berat yang harus kutangani, maka beberapa pekan terakhir aku fokus bekerja sebagai dokter. Pagi ini aku bertemu lagi dengan Stef. Sudah 2 minggu ini aku menghindarinya, karena bayang-bayang Brilliant melekat di dalam otakku ketika aku bertemu dengannya. Bagaimana tidak, tingkah lakunya benar-benar sama dengan Brilliant. Aku membenci hal ini, karena aku benar-benar merindukannya dan ingin bertemu dengannya lagi.
“Tunggu dulu.” Kata seserang di belakang saat aku hampir memasuki lift. Sejenak aku memandang kebelakang, ternyata Stef. Kemudian pintu lift tertutup dan naik ke lantai atas.
“Anda telah membuang waktu saya untuk menunggu lift selanjutnya. Dan setelah ini saya harus naik tangga karena jika menunggu lift ini terbuka kembali waktu saya telah habis.” Kataku sinis kepadanya.
“Oooh,,,maafkan saya dok. Saya benar-benar rindu kepada anda. Sudah 2 minggu sepertinya anda menjauhi saya. Kenapa dengan anda?” dan aku hanya bisa diam sambil berjalan menuju tangga untuk pergi ke ruangan saya secepat mungkin. Stef yang masih berbicara, entahlah dia berbicara apa terus saja mengikuti kemana kakiku melangkah.
“Saya tidak ada apa-apa dok. Yang saya herankan dari anda, mengapa anda terus mengikuti saya?” kataku sedikit emosi, baru kali ini aku begitu banyak berkata kepada orang. Aku begitu muak, emosiku meledak-ledak tidak karuan karenanya. Karenanya aku semakin ingat kepada Brilliant, dan aku merasa aku semakin rindu padanya.
“Aku, aku...”
“Stop!” pintaku, kemudian aku melanjutkan perkataanku.”Jangan ikuti saya lagi. OK!” pintaku lalu pergi dengan sangat cepat menuju ruanganku. Sepertinya aku keterlaluan terhadap Stef, dia tidak salah apa-apa kan. Aku egois, aku tidak dapat membedakan mana yang Brilliant dan mana yang Stef. Aku begitu tidak dapat mengatur hatiku ini. Maafkan aku.
Senja rupanya telah datang ketika aku meminum teh hangat di atap rumah sakit. Langit di hari yang akan gelap ini adalah favoritku untuk sekarang. Aku begitu terpesona dengan warna jingga yang menghiasi langit. Langit dimana semua harapanku tinggal, dan menetap disana.
“Ar, apa aku melakukan yang salah kepadamu?” tanya suara di belakang tubuhku. Aku tahu dia adalah Stef. Bahkan suaranyapun sama, seperti Brilliant. Aroma tubuhnya pun juga sama, aku harap kaulah Brilliant yang aku cari. Oh tidak tuhan, aku terkena sindrom Brilliant yang sangat akut. “Ar,,,”katanya lagi sambil memegang tanganku. “Dua kali kau telah mengabaikanku.” Katanya lagi. Dan ini membuatku heran.
“Dua kali?” tanyaku sambil memandang Stef lalu melepaskan tangannya.
“Ia, akhirnya aku harus mengakui kesalahanku.” Katanya lagi sambil memandangku dengan penuh arti.
“Apa artinya ini?” tanyaku. “Kau sangat aneh Stef. Sama seperti dia.” Kataku.
“Maafkan aku Ar.” Diapun membuka kaca mata dari yang menempel di ujung hidungnya yang begitu mancung.
“Kau seperti...” aku tersontak kaget, wajahnya kini mirip dengan ..


2 komentar:

  1. sperti biasa,,adaaaa aj yg ditulis . .
    hahaa

    --YOFI AFRIYANDI--

    BalasHapus
  2. hahaha,,,dasar,,,km update terus

    BalasHapus

comment duunngg!!!!